Langsung ke konten utama

Ketika Di Bukit

Dibawah langit malam yang pekat

Mereka menahan sakit dari angin yang menusuk kulit

Tak mau kalah, kala itu hujan deras turut menyamarakan seolah ingin membuat mereka di ujung maut

Tubuh mereka menggigil hebat

Melawan badai yang menggeliat dari atas bukit


Hening tiada pembicaraan

Mereka hanya diam bersama deruan angin

Hingga tiba di bilik kopi yang nyaman

Salah satu berkata "aku kira, malam ini kita akan dimakamkan, tenyata tuhan masih memberi kesempatan"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pupus

Apa yang dicari dari anganmu yang tak berujung Egomu terus mencuak tak ingin berhenti memahami keadaan  Meraung akal mu menjelaskan kemana seharusnya kau menapakkan kaki itu Dan kau, masih teguh dengan pendirianmu layaknya sebua batu Kau ceritakan bagaimana harapanmu yang pupus kepada mereka yang tidak mengerti dan  tidak ingin mengerti Mencari validasi konyol dari kesalahanmu sendiri Kau katakan dengan lantang, bahwa kau sama sekali tidak bersalah Karena itulah dirimu sebenarnya Tidak ingin memahami dan mengenali keadaan Pupus harapan sudah katamu Tapi kau sedang menari dibawah cahaya hingar bingar kebahagian mu yang baru Bahkan lebih terang dari sebelumnya Apa sebenarnya yang sedang kau lakukan saat ini?

Di Dermaga

Angin meniup helai helai rambutnya pelan Dibalut warna merah langit senja yang tenggelam secara perlahan Di dermaga yang sudah tidak bertuan Ia duduk memeluk sebuah kenangan Disentuhnya air tenang yang pernah menjerit karena lara Ada bisikan luka yang terkubur didalamnya Di dermaga yang menjadi saksi kisah lama Ia merelakan yang bukan takdirnya Angin masih membelai dirinya  Tidak ada air mata tidak pula kesedihan yang harus ia jamu Hanya tatapan kosong yang terus terpaku dengan matahari yang mulai menghilang  Rasa sakit itu kembali merasuki hati yang mulai terbiasa Di Dermaga Ia bercerita tentang kisahnya sebagai seorang manusia Diminta menjadi sempurna padahal dia hanya orang biasa Kepada langit ia sampaikan Lukanya masih jelas menganga Angin membujuknya pulang untuk sementara Hatinya seperti disayat sayat tanpa belas kasih Melihat ia yang tk berdaya Sendirian di dermaga yang setia Hingga malam membawa kabar duka

Pasir pantai

Ombak berderu menggulung laut Hilir mudik angin membawanya tanpa lelah Seraya mengelus tepi pantai yang sedang sendiri  Langit sedang tersipu malu Rona merah jelas nampak di lukisnya Beberapa kali ia kirimkan burung-burung yang selalu bertamu Menyampaikan pesan kepada laut yang sekarang sibuk dengan gurauannya Ombak memanggil pelan Masih mengelus pasir-pasir yang ada di tepi pantai Bertanya si pasir saat ombak menghampiri Apa yang dicari sampai ingin mampir kedaratan Karena ada ribuan pasir yang menunggu jawaban